Rabu, 07 Januari 2009

Ketika Medical Records Tak Lagi Jadi Rahasia

Media berlomba-lomba menyajikan, menguraikan, dan mempublikasikan penyakit yang diderita mantan Presiden Soeharto. Catatan medis seolah kehilangan kerahasiaannya.

Rasa ingin tahu masyarakat terhadap kondisi kesehatan mantan Presiden Soeharto berimbas pada pemberitaan. Media berlomba-lomba menyajikan perkembangan waktu demi waktu, dengan melakukan liputan langsung ke RS Pertamina Pusat. Apa jenis penyakit Pak Harto, apa saja organnya yang mengalami disfungsi, alat Bantu apa yang dipakai, semua dibeberkan dengan vulgar.

Uniknya, tim dokter pun ikut blak-blakan mengungkap rahasia si pasien. Di depan tatapan mata ratusan jurnalis, tim dokter menjelaskan panjang lebar kondisi kesehatan Pak Harto. Mulai keluhan sesak nafas hingga proses hemofiltrasi (mengeluarkan cairan sekaligus cuci darah) dengan alat yang dinamai continuous veno-venous hemodialysis. Mardjo Subiandono, ketua tim dokter, menjawab satu persatu pertanyaan jurnalis.

Tetapi bisakah catatan medis seorang pasien dibuka sedemikian vulgar? Kalau ya, siapa yang berhak mengungkapkannya? Untuk kepentingan apa? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul hingga peneliti LIPI Asvi Warman Adam menuangkan kegundahannya dalam sebuah tulisan di media online. “Mana ad adi Eropa dan Amerika Serikat rahasia kesehatan presiden dibeberkan sedemikian terbukanya bagi umum. Tatkala meninggal, barangkali rakyat hanya tahu bahwa sang presiden wafat karena serangan jantung. Sangat sederhana. Tidak demikian detailnya seperti yang ditampilkan di lacar kaca dalam kasus mantan Presiden Soeharto,” begitu antara lain kritik Asvi.

“Mantan Presiden RI yang berkuasa terlama itu seakan ditelanjangi di depan publik serta dipreteli daging dan tulangnya, kemudian dianalisis kelemahan organ tubuhnya,” lanjut Asvi dalam tulisan berjudul ‘Kritik Terhadap Pengacara Soeharto’.

Sulit mengatakan bahwa dokter Mardjo Subiandono dan anggota tim dokter lain tak paham sifat kerahasiaan catatan medis (medical records) pasien. Peraturan Menteri Kesehatan No. 749A/Menkes/Per/XII/1989 sudah memberi petunjuk yang jelas. “Rekam medik merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiannya”. Begitu isi pasal 11 Peraturan yang dikeluarkan semasa Menteri Kesehatan Adyatma itu. Disebutkan pula, isi rekam medik adalah milik pasien, meskipun berkasnya disimpan di sarana pelayanan kesehatan.

Mengungkapkan isi medical records, termasuk rekam medik Soeharto, ke hadapan publik tidaklah seratus persen terlarang. Ada dua pihak yang diberi hak memaparkan isi rekam medik seseorang. Pertama, dokter yang merawat pasien. Syaratnya? Seorang dokter boleh memaparkan catatan medis setelah mendapat izin tertulis dari pasien. Kedua, pimpinan sarana pelayanan kesehatan tanpa seizin pasien asalkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Misalnya demi kepentingan pengadilan. Sebab, rekam medik dapat dipakai sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum.

Lantas, bagaimana dengan pemaparan rekam medik Soeharto? Dua anggota tim pengacara Soeharto, OC Kaligis dan Juan Felix Tampubolon tak mempersoalkan. “Kalau keluarga setuju, kerahasiaan itu hilang,” tandas Kaligis.

Soal ada tidaknya kuasa atau izin dari pasien, penjelasan Juan Felix lebih terang. Kata dia, kliennya memperbolehkan catatan medis didisclose ke masyarakat. Persetujuan itu dapat dirujuk ke tahun 2000 ketika Pak Harto terkena stroke. Saat itu muncul simpang siur di masyarakat. Akhirnya, kata Juan Felix, Pak Harto memberikan izin catatan mediknya dibuka ke publik. “Izin itu hingga sekarang belum dicabut,” ujarnya.

UU Praktek Kedokteran

Selain pada Permenkes di atas, soal rekam medik juga disinggung sedikit dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Tetapi pada hakekatnya tidak ada perubahan aturan. Dalam menjalankan praktek, setiap dokter wajib membuat rekam medik. Rekam medis itu harus disimpan dan dijaga kerahasiannya oleh dokter dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Kalau dokter sengaja tak membuat rekam medis, ia bisa didenda Rp50 juta atau terancam kurungan satu tahun.

Rekam medis menurut UU ini adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien. Kalau terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis, maka berkas dan catatan itu tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun. Perubahan hanya bisa dilakukan dengan pencoretan dan dibubuhi paraf petugas bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar